Pembaca yang budiman, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama sebagai umat Islam di Indonesia bahwasannya kita adalah populasi umat Islam terbanyak di dunia. Tetapi, ternyata kita tidak hanya berjumlah banyak, akan tetapi Negara kita juga melahirkan talenta ulama-ulama besar yang tidak kalah dari para ulama timur tengah dan Persia dalam memiliki pamor keilmuan dalam studi Islam. Hal itu terbukti dari banyaknya karya-karya tulis yang disusun oleh para ulama dari negeri kita, baik dalam bahasa Arab, bahasa Melayu/Indonesia, atau bahasa daerah. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengenal lebih dalam tentang salah satu karya tulis masterpiece dalam salah satu bidang disiplin ilmu keislaman yaitu ilmu tafsir al-Qur’an yang mana karya tulis ini merupakan buku tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dengan bahasa Melayu, yaitu berjudul Tarjuman al-Mustafid. Pengarang kitab tersebut adalah salah satu ulama Aceh abad ke-17, yaitu Syaikh ‘Abdur Rauf bin ‘Ali al-Fanshuri as-Sinkili al-Jawi. Kita langsung saja ke pembahasannya: Baca selengkapnya di sini
Kajian Zarnuji
Mari Kita Menebar Wawasan Keislaman Yang Indah dan Moderat
Senin, 31 Agustus 2020
Kamis, 28 November 2019
Apa Yang Kita Lakukan Sebelum Melaksanakan Shalat di Perjalanan?
Pembaca yang budiman, Penulis ingin
membahas permasalahan fiqih klasik. kalau kita umpamanya safar ke negeri-negeri
yang tidak ditegakkan shalat berjamaah di masjid, kita kesulitan mendapat
masjid untuk melaksakan shalat dan kita tidak mendengar kumandang adzan, dan
kondisi di sana mendung.
Berikut ini adalah tipsnya:
Siapa saja yang tidak dapat
mendeteksi waktu shalat karena mendung atau umpamanya di penjara, sementara
tidak ada orang terpecaya misalnya ustadz, santri, dan yang ahli agama yang
memberitahukan tentang hal tersebut, maka dia dapat berijtihad dalam
memperkirakan waktu shalat dengan melihat keadaan. Kalau ada lantunan ayat suci
Al-Qur'an, atau kalau tiba-tiba melihat orang shalat, atau pokoknya dia dapat
melihat kondisi untuk memperkirakan waktu shalatnya, maka dia beramal berdasarkan
prasangkanya. Baca Selanjutnya.............
Apakah Suci Kulit Bangkai Hewan?
Ulama madzhab Malikiyyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa kulit bangkai hewan dihukumi najis, baik telah
disamak atau tidak disamak. Kenapa divonis najis? Karena dia adalah bagian dari
bangkai, maka dia divonis najis berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Diharamkan
atas kalian bangkai" (QS. Al-Maidah: 5/3). Kenapa meskipun telah disamak,
akan tetapi tetap divonis najis? Berdasarkan hadits-hadits berikut:
لا تنتفعوا من
الميتة بشيء
"Jangan kalian manfaat
sedikitpun dari bangkai." (HR. Asy-Syafi'i)
Rasulullah saw menulis kepada
Juhainah:
إني كنت رخصت
لكم في جلود الميتة، فإذا جاءكم كتابي هذا، فلا تنتفعوا من الميتة بإهاب ولا عصب
"Sesungguhnya aku meringankan
untuk kalian kulit bangkai, apabila telah suratku ini telah sampai kepada
kalian, maka jangan kalian manfaatkan dari bangkai dengan
Hadits di atas diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud dari Abdullah bin 'Ukaim. Imam Ahmad berkata:
"Sanadnya baik." Akan tetapi, setelah di teliti, ternyata haditsnya
dhaif karena sanadnya terputus dan terjadi idhthirab (keguncangan) matan dan
sanadnya. Baca Selanjutnya...............
Rabu, 27 November 2019
Apa patokannya shalat telah dilaksanakan di waktunya?
Pertanyaan: Umpamanya saya shalat zhuhur di akhir
waktu shalat zhuhur, kemudian tatkala saya telah menyelesaikan satu rakaat,
adzan shalat ashar telah dikumandangkan, bagaimana shalat zhuhur saya? Apakah
shalat zhuhur saya telah sesuai waktunya atau justru shalat zhuhur saya tidak
teranggap dilaksanakan di waktunya karena telah dikumandangkan adzan, sementara
saya belum menyelesaikan shalat saya?
Jawaban: Permasalahan ini masih didiskusikan oleh
para fuqaha (ulama fiqih): Apa patokannya shalat telah dilaksanakan di
waktunya?
Pendapat pertama, ulama madzhab Hanafiyyah dan
Hanabilah (berdasarkan yang rajih dari dua pendapat dari Imam Ahmad)
berpendapat bahwa patokan shalat telah dilaksanakan di waktunya adalah ketika
seseorang telah takbiratul ihram di waktu shalat tersebut. Baca Selanjutnya............
Apakah Suci Bangkai Hewan Darat dan Laut Yang Darahnya Tidak Mengalir?
Para fuqaha atau ulama fiqih telah sepakat bahwa
bangkai hewan darat dihukumi najis dan mereka telah sepakat bahwa bangkai hewan
laut, baik itu ikan atau hewan-hewan laut yang lain itu hukumnya suci alias
bukan najis. Sekarang, ada pertanyaan menarik: Apakah suci juga bangkai hewan
laut dan darat yang darahnya tidak mengalir?
Jawaban: Dalam permasalahan ini, terjadi diskusi
antara para fuqaha atau para ulama fiqih.
Ulama madzhab Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat
bahwa daging bangkai hewan air yang darahnya tidak mengalir dihukumi najis jika
tidak disamak alias jika disamak, maka hukumnya menjadi suci. Adapun hewan
darat yang tidak mengalir darahnya seperti serangga, lalat, kalajengking, dan
lain-lain jika jatuh ke air, maka otomatis menjadi bangkai. Maka bangkai hewan
darat yang tidak mengalir darahnya tidak menajiskan air tersebut berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: Baca Selanjutnya.............
Sabtu, 23 November 2019
Apa Saja Waktu-Waktu Yang Afdhal (Utama) Atau Dianjurkan Untuk Melaksanakan Shalat?
Para pembaca yang budiman, pada
status kali ini, saya akan membahas waktu-waktu yang utama atau dianjurkan untuk
melaksanakan shalat. Mari kita mengaji !!!
1) Shalat Subuh
👉 Ulama
madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa yang utama bagi laki-laki tatkala
mengerjakan shalat subuh, agar mengakhirkan waktu shalat subuh. Dimana waktu
kita mengakhirkan shalat subuh? Waktu kita mengakhirkan shalat subuh adalah
ketika mendekati terbitnya matahari atau dalam bahasa fiqihnya dinamakan dengan
waktu isfar. Diriwayatkan oleh tujuh shahabat, bahwasannya Rasulullah saw
bersabda: "Akhirkan shalat shubuh karena waktu isfar adalah waktu yang
paling agung." (Imam at-Tirmidzi menshahihkan hadits tersebut)
Kenapa ulama madzhab Hanafiyyah
berpendapat bahwa kita dianjurkan untuk mengerjakan shalat subuh di waktu
isfar? Baca Selanjutnya..............
Syarat-Syarat Seseorang Dapat Berijtihad?
Ijtihad adalah mencurahkan segala
fikiran untuk mengeluarkan hukum Syariah atau bahasa mudahnya kita berusaha
mencari hukum-hukum Syariah yang kemudian kita simpulkan dan kita fatwakan.
Umpamanya ada masalah-masalah fiqih kekinian contohnya masalah bunga bank.
Untuk menentukan hukumnya, kita musti berijtihad. Bagaimana caranya kita
berijtihad? Cara kita berijtihad adalah kita fahami dulu skema transaksi bunga
bank seperti apa sih, kemudian kita cari dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadits
yang membahas tentang masalah yang berkaitan dengan bunga atau bahasa ushul
fiqihnya istinbath, kemudian kita simpulkan hukum dari keduanya, baru kita
hukumi bunga bank karena dalil ini dan itu dan korelasi antara bunga dengan
masalah pada saat itu di dalil tersebut. Sudah fahamkan maksud ijtihad itu?
Orang yang melakukan ijtihad
dinamakan mujtahid sedangkan hasil dari ijtihad dinamakan dengan fatwa. Apakah
semua dari kita boleh berijtihad? Mari kita baca dulu pembahasan berikutnya !!!
👍 Apa
syarat-syarat seseorang dapat menjadi mujtahid/dapat berijtihad?
Langganan:
Postingan (Atom)