Imam Ath-Thabari menukilkan dari
Luth bin Yahya sebanyak 587 riwayat dalam kitab Tarikh-nya ini. Riwayat-riwayat
ini mengungkapkan berbagai peristiwa sejak wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sampai masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Periode inilah yang
kita bahas di sini. Dan di antara pembahasan yang terpenting pada periode
tersebut adalah:
(1) Saqifah Bani Sa’idah.
(2) Kisah Syura (Musyawarah
pemilihan khalifah)
(3) Masalah-masalah yang dijadikan
dalih kaum Khawarij untuk memberontak kepada Utsman radhiyallahu ‘anhu.
(4) Pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu ‘anhu.
(5) Kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.
(6) Perang Jamal.
(7) Perang Shiffin
(8) Tahkim (Arbitrase)
(9) Perang Nahrawan.
(10) Pemerintah Mu’awiyah bin Abu
Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
(11) Pembunuhan Al-Husain radhiyallahu
‘anhu.
Pada hampir di setiap pembahasan di
atas, anda akan menemukan riwayat perawi yang berkunyah Abu Mikhnaf tersebut. Inilah
yang menjadi sandaran ahli bid’ah dan mereka amat bersemangat terhadapnya.
Mengenai sosok Abu Mikhnaf, Imam
Ibnu Ma’in berkomentar: “Dia bukan apa-apa (yakni riwayat darinya tidak boleh
diambil).”
Abu Hatim berkomentar: “Dia perawi
hadits matruk (salah satu jenis hadits dha’if),” dan tatkala ditanya lagi
tentangnya, dia menepukkan tangannya seraya berkata: “Adakah orang yang sudi
mempertanyakan orang ini?”
Ad-Daruquthni berkomentar: “Dia adalah
perawi yang lemah.”
Ibnu Hibban berkomentar: “Dia
meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari orang-orang tsiqah.”
Adz-Dzahabi berkomentar: “Dia
seorang pewarta yang nukilannya tidak boleh dipakai; dia tidak bisa dipercaya.”
(Al-Jarh wat Ta’dil 7/182, Mizanul I’tidal 3/419, dan Lisanul Mizan 4/492)
Jadi, jika anda membuka Tarikh
Ath-Thabari kemudian menemukan riwayat berisi celaan terhadap sahabat
Rasulullah dan mendapatinya diriwayatkan oleh Abu Mikhnaf, maka buanglah
jauh-jauh riwayat tersebut, jangan diterima apalagi dijadikan sebagai sandaran.
Mengapa demikian? Karena, riwayat dari Abu Mikhnaf menghimpun antara bid’ah,
kebohongan, dan riwayat dha’if. Orang ini juga terkenal sebagai ahli bid’ah,
pendusta, dan banyak meriwayatkan berita-berita yang lemah.
Abu Mikhnaf hanyalah satu dari
beberapa perawi yang tidak bisa dijadikan rujukan (di dalam at-Tarikh),
walaupun dialah yang termasyhur di antara perawi-perawi controversial lainnya. Selain
dia, ada al-Waqidi,[1] seorang
yang riwayatnya tidak diterima dan tertuduh sebagai pembohong.
Meski begitu, tidak diragukan lagi
bahwa dia termasuk sejarawan terkemuka, hafizh, dan tahu banyak tentang
sejarah. Sayangnya, dia bukan seorang yang tsiqah. Selain al-Waqidi, ada lagi
yaitu Saif bin Umar At-Tamimi,[2] seorang ahli sejarah
ternama. Tetapi, dia seorang yang matruk dan tertuduh sebagai pendusta. Begitu pula
dengan Al-Kalbi,[3]
seorang pendusta yang masyhur. Karena itulah, seseorang harus meneliti riwayat
mereka, serta berhati-hati terhadap riwayat orang-orang seperti mereka.
Mau tahu kitab-kitab sejarah Islam
yang lain? baca pembahasan selanjutnya>>>
Referensi:
Inilah Faktanya Meluruskan Sejarah
Umat Islam Sejak Wafat Nabi Hingga Terbunuhnya Al-Husain, Dr. ‘Utsman bin
Muhammad Al-Khamis, cet. ke-5, th. 1438 H/2016, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
(Penerjemah: Syafarudin, Lc).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar