Yuk, Kita Berkenalan Dengan Kitab Induk Sejarah Islam! [2]


>Periwayatan Luth bin Yahya (Abu Mikhnaf)

Imam Ath-Thabari menukilkan dari Luth bin Yahya sebanyak 587 riwayat dalam kitab Tarikh-nya ini. Riwayat-riwayat ini mengungkapkan berbagai peristiwa sejak wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Periode inilah yang kita bahas di sini. Dan di antara pembahasan yang terpenting pada periode tersebut adalah:

(1) Saqifah Bani Sa’idah.
(2) Kisah Syura (Musyawarah pemilihan khalifah)
(3) Masalah-masalah yang dijadikan dalih kaum Khawarij untuk memberontak kepada Utsman radhiyallahu ‘anhu.
(4) Pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
(5) Kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
(6) Perang Jamal.
(7) Perang Shiffin
(8) Tahkim (Arbitrase)
(9) Perang Nahrawan.
(10) Pemerintah Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
(11) Pembunuhan Al-Husain radhiyallahu ‘anhu.

Pada hampir di setiap pembahasan di atas, anda akan menemukan riwayat perawi yang berkunyah Abu Mikhnaf tersebut. Inilah yang menjadi sandaran ahli bid’ah dan mereka amat bersemangat terhadapnya.

Mengenai sosok Abu Mikhnaf, Imam Ibnu Ma’in berkomentar: “Dia bukan apa-apa (yakni riwayat darinya tidak boleh diambil).”

Abu Hatim berkomentar: “Dia perawi hadits matruk (salah satu jenis hadits dha’if),” dan tatkala ditanya lagi tentangnya, dia menepukkan tangannya seraya berkata: “Adakah orang yang sudi mempertanyakan orang ini?”

Ad-Daruquthni berkomentar: “Dia adalah perawi yang lemah.”

Ibnu Hibban berkomentar: “Dia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari orang-orang tsiqah.”


Adz-Dzahabi berkomentar: “Dia seorang pewarta yang nukilannya tidak boleh dipakai; dia tidak bisa dipercaya.” (Al-Jarh wat Ta’dil 7/182, Mizanul I’tidal 3/419, dan Lisanul Mizan 4/492)

Jadi, jika anda membuka Tarikh Ath-Thabari kemudian menemukan riwayat berisi celaan terhadap sahabat Rasulullah dan mendapatinya diriwayatkan oleh Abu Mikhnaf, maka buanglah jauh-jauh riwayat tersebut, jangan diterima apalagi dijadikan sebagai sandaran. Mengapa demikian? Karena, riwayat dari Abu Mikhnaf menghimpun antara bid’ah, kebohongan, dan riwayat dha’if. Orang ini juga terkenal sebagai ahli bid’ah, pendusta, dan banyak meriwayatkan berita-berita yang lemah.

Abu Mikhnaf hanyalah satu dari beberapa perawi yang tidak bisa dijadikan rujukan (di dalam at-Tarikh), walaupun dialah yang termasyhur di antara perawi-perawi controversial lainnya. Selain dia, ada al-Waqidi,[1] seorang yang riwayatnya tidak diterima dan tertuduh sebagai pembohong.

Meski begitu, tidak diragukan lagi bahwa dia termasuk sejarawan terkemuka, hafizh, dan tahu banyak tentang sejarah. Sayangnya, dia bukan seorang yang tsiqah. Selain al-Waqidi, ada lagi yaitu Saif bin Umar At-Tamimi,[2] seorang ahli sejarah ternama. Tetapi, dia seorang yang matruk dan tertuduh sebagai pendusta. Begitu pula dengan Al-Kalbi,[3] seorang pendusta yang masyhur. Karena itulah, seseorang harus meneliti riwayat mereka, serta berhati-hati terhadap riwayat orang-orang seperti mereka.

Mau tahu kitab-kitab sejarah Islam yang lain? baca pembahasan selanjutnya>>>

Referensi:

Inilah Faktanya Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Hingga Terbunuhnya Al-Husain, Dr. ‘Utsman bin Muhammad Al-Khamis, cet. ke-5, th. 1438 H/2016, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i (Penerjemah: Syafarudin, Lc).



  



[1] Siyar A’lam An-Nubala (9/172).
[2] Lihat biografinya dalam Mizanul I’tidal (2/255) dan Tahdzibut Tahdzib (4/295).
[3] Lihat biografi Muhammad bin As-Sa’ib Al-Kalbi dalam Mizanul I’tidal (3/556).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar