Mulia Dengan Ilmu Agama



Pembaca yang budiman, kita sebagai hamba Allah sepatutnya bersyukur kepada-Nya, why? Karena Allah Ta’ala telah mengaruniakan kepada kita nikmat memeluk agama Islam yang mana sebagian besar penduduk muka bumi ini masih memeluk agama kekufuran sementara satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah adalah agama Islam. Allah Ta’ala berfirman,

إن الدين عند الله الإسلام

“Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah agama Islam………” (QS. Ali Imran: 19)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “(Ayat ini sebagai) pengabaran dari Allah Ta’ala bahwasannya tidak ada agama apapun yang diterima oleh Allah kecuali agama Islam yaitu mengikuti rasul yang telah Allah utus di setiap zaman sampai ditutup oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana seluruh jalan tertutup kecuali jalur Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang bertemu Allah setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan agama yang tidak disyariatkan, maka dia tidak diterima sebagaimana firman-Nya Ta’ala,

ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين

“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak diterima agama itu darinya dan di Akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85) dan Dia mengatakan dalam ayat ini sebagai pengabaran akan hanyanya Islam sebagai agama yang diterima di sisi-Nya, “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah agama Islam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 2/25)

Di antara nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita adalah disempurnakan agama-Nya untuk kita. Seluruh permasalahan dalam kehidupan kita telah diberi solusi secara gambalang baik di Kitabullah maupun di hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai-sampai dalam urusan buang air saja telah dijelaskan adab-adabnya sebagaimana dalam hadits Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim (262), Ahmad (23191), At-Tirmidzi (16), Abu Dawud (7), An-Nasa’I (41), dan Ibnu Majah (316). Bukti akan kesempurnaan agama kita ini adalah ketetapan Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي و رضيت لكم الإسلام

“Pada hari ini (hari ‘Arafah), telah Kusempurnakan agama untuk kalian, telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan Aku Ridha Islam sebagai agama kalian. (QS. Al-Ma-idah: 3)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari ayat tersebut, “Ini adalah nikmat Allah ‘Azza wa Jalla yang paling besar atas umat ini yang mana Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama Islam untuk mereka. Maka mereka tidak butuh kepada agama selainnya dan tidak butuh kepada Nabi selain Nabi mereka shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihi. Karena itulah Allah menjadikannya sebagai Nabi terakhir dan mengutusnya kepada manusia dan jin. Maka tidak ada kehalalan kecuali apa yang telah Dia halalkan, tidak ada keharaman kecuali apa yang Dia haramkan, tidak ada agama kecuali apa yang Dia syariatkan, dan setiap apa yang Dia kabarkan adalah benar dan jujur tidak ada kedustaan di dalamnya dan tidak ada juga penyimpangan.”

Ibnu Abbas berkata, “Pada hari ini (hari ‘Arafah), telah Kusempurnakan agama untuk kalian” yaitu agama Islam. Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada Nabi dan orang-orang mukmin bahwasannya Dia telah menyempurnakan untuk mereka iman, maka mereka tidak membutuhkan penambahan (dalam agama) selamanya, dan Allah telah menyempurnakannya, maka tidak ada kekurangan (dalamnya) selamanya, dan Allah telah meridhainya, maka tidak ada yang dimurkai selamanya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 3/26)

Bahkan saking sempurnanya agama ini, sampai-sampai membuat umat agama lain iri terhadap agama ini. Apa buktinya? Dalam riwayat Imam Ahmad, bahwasannya datang seseorang dari kaum Yahudi mendatangi Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, maka dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca suatu ayat di kitab kalian, sekiranya ayat itu turun kepada kami bangsa Yahudi, kami benar-benar menjadikan hari turunnya sebagai hari id (raya)” maka Umar bertanya, “Ayat apakah itu? Maka beliau membaca firman Allah, “Alyauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matiy” maka Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari dimana ayat tersebut turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan waktu dimana turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu waktu ‘Arafah di hari Jum’at.”
Karena agama Islam sudah sempurna, maka tidak perlu ada lagi penambahan atau pengurangan syariat agama ini. Semua ibadah yang ditambah-tambah alias bid’ah, maka amalan tersebut tertolak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami yang tidak disyariatkan, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalannya tertolak.”

Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied mengomentari hadits ini, “Hadits ini merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah agama. Dia adalah di antara Jawami’ul Kalim [perkataan singkat, tetapi faedahnya banyak] yang didatangkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena hadits ini jelas menolak setiap kebid’ahan dan perpecahan dan menunjukkan atas batalnya seluruh amalan yang terlarang (bid’ah) dan tidak ada pahalanya.” (Syarh Al-‘Arba’in Haditsan An-Nawawiyah, hal. 25)

So, percuma saja kita beramal banyak tapi ternyata amalan yang kita lakukan tidak diterima hanya gara-gara tidak pernah diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, capek deh!!!

Dong, gimana caranya agar amalan kita tidak sia-sia?

Jawabannya adalah berilmu dong!!! Dengan ilmu agama yang kuat, maka seorang mukmin mampu membedakan antara yang benar dengan salah, baik dan buruk, bahkan mampu membedakan mana itu sunnah, mana itu bid’ah.

Pembaca yang budiman, menuntut ilmu agama adalah suatu amalan yang mulia dan pada jaman ini, sedikit yang menekuni ilmu ini, why? Gengsi, malu, nggak level, itulah jawaban sebagian besar pemuda jaman sekarang, padahal dengan ilmulah, maka seseorang akan mendapat kemuliaan dan kehormatan. Allah Ta’ala berfirman,

يرفع الله الذين آمنوا منكم و الذين أوتوا العلم درجات

“Allah menaikkan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang menuntut ilmu 
derajat-derajat.” (QS: Al-Mujadalah: 11)

Dalam suatu hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan, maka Dia memahamkan kepadanya dalam urusan agama.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan orang yang diberi pemahaman oleh Allah Ta’ala dalam urusan agama berdasarkan hadits di atas, “Yaitu Menjadikannya faqih (ahli fiqh/paham) terhadap agama dan pemahaman terhadap agama bukan maksudnya adalah faham terhadap hukum-hukum amaliah khusus di sisi ahlul ilmi (ulama) dengan ilmu fiqih saja, tetapi maksudnya adalah meliputi ilmu tauhid, ushuluddin, dan apa yang berkaitan dengan syariat Allah ‘Azza wa Jalla.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 9)

Maka dari itulah, kita harus menuntut ilmu agama dengan sungguh-sungguh. Orang yang berada pada level budak bisa naik menjadi pejabat bahkan raja berkat pemahamannya terhadap ilmu agama. Buktinya adalah riwayat Imam Ahmad bahwasannya Nafi’ bin Abdul Harits bertemu Khalifah Umar bin Al-Khattab di kota Asfan dan Umar menempatkannya sebagai gubernur Makkah, maka Umar berkata kepada Nafi’, “Siapa yang engkau emban amanah atas Ahlul Wadi, Nafi’ menjawab, “Aku menyerahkannya kepada Ibnu Abza” Umar bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”, maka Nafi’ menjawab, “Beliau adalah di antara budak-budak kami.” Maka Umar terheran-heran, “Engkau amanahkan atas mereka seorang budak?” maka Nafi’ menjawab, “Sesungguhnya beliau adalah Qari Kitabullah, dan beliau juga alim (ahli) dalam ilmu faraidh (ilmu waris), maka Umar berkata, “Semoga Allah meridhainya, adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah menaikkan derajat suatu kaum dengan Kitabullah ini dan merendahkan kaum yang merendahkannya.” (Lihat Al-Musnad, 1/35)

Hebatkan? So, jangan remehkan ilmu agama, wahai saudaraku!!!

MARAJI’ (SUMBER):

1.   Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasqi.
2.   Syarh Al-‘Arba’in Haditsan An-Nawawiyah, Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied.
3.   Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar