Maknanya secara mendalam adalah:
أبدأ بتسمية
الله وذكره وتسبيحه قبل كل شيء، مستعينا به في جميع أموري، فإنه الرب المعبود بحق،
واسع الرحمة، الذي وسعت رحمته كل شيء، المنعم بجلائل النعم ودقائقها، المتفضل
بدوام الفضل والرحمة والإحسان.
"Aku memulai dengan menyebut
nama Allah, mengingatnya, dan memujinya sebelum melaksanakan segala perkara
sebagai bentuk meminta pertolongan kepada-Nya di setiap urusanku karena Dia
adalah Rabb yang berhak untuk disembah, rahmat-Nya luas yang mana rahmat-Nya
luas di segala sesuatu, yang memberi nikmat dengan keagungan nikmat-nikmat dan
yang mendalam, yang memberikan keutamaan dengan terus-menerus, rahmat, dan
kebaikan.
Kita disyariatkan untuk membaca
basmalah sebelum kita membaca awal surat-surat dalam Al-Qur'an, Apa hikmahnya
kita disyariatkan demikian?
Jawaban: hikmah dari dimulainya
membaca surat Al-Fatihah dan awal-awal surat dalam Al-Qur'an dengan membaca
basmalah adalah sebagai bentuk tanbih (peringatan) bahwasannya setiap surat
yang kita baca terdapat haq (kebenaran) dan janji yang ditepati untuk para
hamba. Allah Ta'ala memenuhi kepada para hamba segala apa yang terkandung dalam
surat dari janji, kelembutan, dan kebaikan. dimulainya membaca surat Al-Fatihah
dan awal-awal surat dalam Al-Qur'an dengan membaca basmalah juga sebagai bentuk
bimbingan kepada kita untuk dianjurkan memulai segala urusan kita, baik
pekerjaan kita, studi kita, dan amalan-amalan kita dengan membaca basmalah.
Kenapa kita perlu membaca basmalah? Sebagai bentuk meminta pertolongan dan
taufiq kepada Allah Ta'ala. Dengan membaca basmalah, kita juga telah
menyelisihi orang-orang kafir yang mana mereka memulai urusan-urusan mereka
dengan menyebut nama-nama tuhan mereka atau zu'ama mereka.
Berkata sebagian ulama: Sesungguhnya
bacaan basmalah mencakup seluruh syariat karena bacaan tersebut menunjukkan
atas dzat dan sifat Allah Ta'ala maksudnya Allah Ta'ala adalah maha pengasih
lagi maha penyayang.
Kemudian ada hadits riwayat Abu
Hurairah ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
كل أمر ذي بال
لا يبدأ ببسم الله الرحمن الرحيم أقطع
"Setiap perkara yang tidak
dimulai dengan menyebut nama Allah (bismillah), maka tidak akan
diberkahi."
Akan tetapi Syaikh Prof. Dr. Wahbah
Az-Zuhaili (ulama berkebangsaan Suriah) mengatakan bahwa hadits di atas adalah
hadits dhaif, apalagi hadits di atas adalah hadits ahkam yang jika hadits
tersebut dihukumi dhaif, maka kita tidak dapat mengamalkannya. Akan tetapi,
bukan berarti meniadakan amalan membaca basmalah tatkala kita memulai urusan.
Amalan membaca basmalah tetap diamalkan dengan dalil tabarruk (ngalap berkah)
dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mana kita tatkala berdoa sangat
dianjurkan untuk menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah. Baik kalangan Salafi
maupun non-Salafi sepakat bahwa bertabarruk dengan menyebut nama Allah tatkala
memulai urusan adalah tabarruk yang shahih. Adapun tabarruk dengan atsar-atsar
para ulama dan orang-orang shalih, baik yang masih hidup maupun yang telah
meninggal masih khilaf di antara para ulama. Jadi kita tidak perlu saling
mencaci maki dan memvonis saudaranya musyrik karena masalah ini.
Ada pertanyaan penting, apakah
bacaan basmalah adalah ayat dari surat dalam Al-Qur'an?
Jawaban: Para ulama berbeda pendapat
tentang basmalah, apakah basmalah termasuk ayat dalam Al-Qur'an atau bukan?
Para ulama berbeda pendapat dalam tiga pendapat.
Pendapat pertama, para ulama madzhab
Malikiyyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa basmalah bukan ayat dari surat
Al-Fatihah dan surat-surat selain surat tersebut kecuali lafadz ada dalam
pertengahan surat An-Naml berdasarkan hadits Anas ra, dia berkata: "Aku
pernah shalat bersama Rasulullah saw, Abu Bakr, Umar, dan Utsman radhiyallahu
'anhum dan aku belum mendengar salah satu dari mereka membaca بسم الله الرحمن الرحيم
(HR. Muslim dan Ahmad). Maksudnya adalah bahwasannya para ulama Ahlul Madinah
tidak membaca basmalah dalam shalat mereka di masjid Nabawi.
Ulama madzhab Hanafiyyah memiliki
perincian terhadap pendapat mereka, yaitu bahwasannya orang yang shalat
sendirian membaca basmalah beserta Al-Fatihah di setiap rakaat dengan sirr
(tidak keras), kenapa? karena basmalah bukan termasuk surat, akan tetapi dia
adalah pemisah antara satu surat dengan surat yang lain.
Adapun perincian dari ulama madzhab
Malikiyyah adalah tidak dibaca basmalah dalam shalat wajib, baik shalatnya jahr
(keras) maupun sirr (tidak keras). Tidak dibaca sebelum Al-Fatihah, tidak pula
dibaca sebelum membaca awal ayat dari surat. Akan tetapi, boleh dibaca basmalah
dalam shalat sunnah.
Pendapat kedua, para ulama madzhab
Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa basmalah termasuk ayat Al-Qur'an
dan wajib dibaca dalam shalat kecuali ulama madzhab Hanabilah memerincikan
pendapat mereka persis seperti ulama madzhab Hanafiyyah yaitu dibaca basmalah
dengan sirr dan tidak dijahrkan. Ulama madzhab Syafi'iyyah memerincikan bahwa
bacaan basmalah dibaca sirr di shalat-shalat sirriyah (shalat yang dibaca
bacaan-bacaan shalat dengan sirr) dan dibaca jahr dalam shalat-shalat jahriyyah
(shalat yang dibaca bacaan-bacaan shalat dengan jahr) sebagaimana bacaan
Al-Fatihah juga dikeraskan dalam shalat-shalat jahriyyah.
Dalil para ulama yang berpendapat
bahwa bacaan basmalah adalah ayat Al-Qur'an adalah hadits Abu Hurairah ra,
bahwasannya Nabi saw bersabda:
إذا قرأتم الحمد
لله رب العالمين، فاقرؤوا بسم الله الرحمن الرحيم، إنها أم القرآن، وأم الكتاب،
والسبع المثاني، وبسم الله الرحمن الرحيم أحد آياتها.
"Apabila kalian membaca
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, maka bacalah بسم الله
الرحمن الرحيم. Sesungguhnya
Al-Fatihah adalah ummul Qur'an dan ummul kitab (induknya Al-Qur'an) dan sab'ul
matsani. Adapun بسم الله الرحمن الرحيم adalah salah satu ayat dari surat
tersebut." (HR. Ad-Daruquthni, sanadnya shahih)
Bagaimana istidlal (argumentasi)
ulama madzhab Syafi'iyyah mengenai pendapat mereka bahwa Imam mengeraskan
basmalah tatkala shalat jahriyyah?
Jawaban: Istidlal mereka adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra, bahwasannya Nabi saw mengeraskan bacaan
basmalah. Kenapa dikeraskan bacaan basmalah? Karena basmalah yang dibaca keras
menurut ulama Syafi'iyyah adalah ayat Al-Qur'an dengan dalil bahwasannya dia
dibaca setelah isti'adzah/ta'awwudz, maka hukumnya menurut mereka disunnahkan
untuk dibaca basmalah dengan jahr seperti membaca Al-Fatihah secara jahr.
Ada yang menarik dari kajian apakah
basmalah termasuk ayat Al-Qur'an menurut ulama madzhab Syafi'iyyah, yaitu ada
dua pendapat Imam Syafi'i mengenai permasalahan tadi yaitu pendapat pertama:
beliau mengatakan bahwa basmalah adalah ayat setiap surat dalam Al-Qur'an dan
pendapat kedua: beliau mengatakan basmalah adalah ayat dalam surat Al-Fatihah
saja. Yang benar, bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surat dalam Al-Qur'an
tidak terkecuali dalam surat Al-Fatihah dengan dalil kesepakatan para shahabat
akan ditulisnya basmalah di awal setiap surat kecuali surat Bara-ah disertai
pengetahuan bahwasannya mereka tidak menulis di mushaf apa yang bukan ayat-ayat
Al-Qur'an.
Yang terpenting adalah bahwasannya
para ulama telah sepakat bahwasannya basmalah adalah lafadz dalam pertengahan
surat An-Naml dan diperbolehkan menulis basmalah di setiap kitab-kitab kuning
(pasti berisi ilmu-ilmu keislaman) dan surat-surat. Jika basmalah ditulis
sebelum menulis bait-bait syair, maka Imam Asy-Sya'bi dan Imam Az-Zuhri
melarangnya, adapun Imam Sa'id bin Jubair dan kebanyakan ulama mutaakhkhirin
(terakhiran) memperbolehkannya.
Keutamaan basmalah
berkata 'Ali bin Abu Thalib ra
tentang keutamaan basmalah:
إنه شفاء من كل
داء، وعون على كل دواء. وأما ((الرحمن)) فهو عون لكل من آمن به، وهو اسم لم يسم به
غيره. وأما ((الرحيم)) فهو لمن تاب وآمن وعمل صالحا.
"Sesungguhnya basmalah adalah
obat bagi segala jenis penyakit, penolong bagi setiap obat (maksudnya sebelum meminum
obat, kita membaca basmalah supaya basmalah dapat menjadi penolong bagi obat
tersebut sebagai wasilah kesembuhan). Adapun Ar-Rahman bermakna penolong bagi
setiap yang beriman kepada-Nya. Itu adalah suatu nama yang tidak diberikan
kepada selain-Nya dan Ar-Rahiim bermakna penolong bagi siapa saja yang
bertaubat, beriman, dan beramal shalih.”
Demikianlah kajian kita tentang
basmalah. Semoga bermanfaat.
Dalam menulis kajian dalam status
ini, saya merujuk kepada kitab Tafsir Al-Munir karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah
Az-Zuhaili, juz 1, halaman 48-50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar