Saudaraku, Allah Ta’ala telah memberikan kepada kita banyak sekali kenikmatan. Bahkan, saking banyak nikmat-Nya, sekiranya kita ingin menghitungnya, niscaya kita tidak mampu menghitungnya. Allah Ta’ala sendiri telah menyatakan statement demikian dalam sabda-Nya:
“Jika engkau menghitung nikmat Allah,
niscaya engkau tidak mampu menghitungnya.”
Subhanallah, luar biasa nikmat-Mu, ya Allah.
Maka dari itulah, kewajiban kita sebagai hamba-Nya
adalah mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Dengan cara apa? Yaitu dengan memperbanyak
amal ibadah kepada-Nya dan banyak memuji-Nya. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah
dalam Madarijus Salikin (2/237): “Bersyukur dengan hati yaitu dengan tunduk
(kepada perintah Allah ) dan meminta ketenangan (kepada-Nya), dengan lisan
yaitu memuji dan mengakui (adanya nikmat-nikmat-Nya), dan dengan anggota badan
yaitu dengan mentaati-Nya dan melaksanakan perintah-Nya.” (Dinukil dari Mausu’atul Akhlaq, Khalid bin Jum’ah bin Utsman Al-Kharraz, hal. 152)
Saudaraku, ingatlah, bahwa barangsiapa mensyukuri
nikmat-nikmat Allah, maka Allah tambahkan untuknya nikmat-nikmat-Nya. Allah
Ta’ala telah berfirman, “Jika kalian benar-benar bersyukur, benar-benar
Kutambahkan nikmat-Ku untuk kalian, dan jika kalian benar-benar kufur,
sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.”
Saudaraku, di antara nikmat Allah yang harus kita syukuri,
bahkan harus kita sadari bersama adalah bahwasannya Allah Ta’ala telah memberikan
kepada kita nikmat Islam dan nikmat iman. Dua nikmat ini adalah nikmat yang
luar biasa yang Allah karuniakan kepada kita, why? Karena tidak semua manusia
diberi dua nikmat ini dari Allah Ta’ala. Bahkan, jumlah orang-orang kafir di
muka bumi ini jauh lebih banyak daripada kita, sementara satu-satunya agama
yang diridhai oleh Allah hanyalah agama Islam. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya agama di sisi Allah
hanyalah agama Islam.”
Maka masih adakah yang mengingkari nikmat Allah yang
besar ini?
Saudaraku, ingatlah, bahwa agama ini adalah agama
yang mulia karena agama ini merupakan agama yang sempurna, berbeda dengan
agama-agama lain. Islam telah mengajarkan kepada umatnya banyak hal yang
mencakup kehidupan sehari-hari, mulai dari tingkah laku, akhlak, etika, lifestyle
(gaya hidup), pola hidup, dan lain-lain yang mana semuanya telah dijelaskan
secara gamblang oleh Islam, baik dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun dalam
hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih, bahkan
dalam urusan buang air saja, Islam telah mengajarkan adab-adabnya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan ahlus sunnan dari
Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya beliau bercerita:
“Orang-orang musyrik bertanya kepada kami: “Sesungguhnya kami melihat sahabat
kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) mengajarkan kalian
agama kalian sampai-sampai beliau juga mengajarkan adab-adab buang hajat.” Maka
Salman menjawab: “Benar itu, sesungguhnya beliau melarang salah satu dari kami
untuk beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan dan menghadap
kiblat ketika buang air. Dan beliau juga melarang dari istinja’ dengan kotoran
hewan dan tulang. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah
salah satu di antara kalian beristinja selain dengan tiga batu.”
Lihatlah wahai saudaraku, para penyembah berhala
tersebut bagaimana sempitnya hati-hati mereka dan mereka berkata apa yang
mereka katakan ketika mereka melihat dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, sesungguhnya tidahlah seruan Nabi meninggalkan sesuatu apapun
dari urusan dunia dan akhirat kecuali telah dijelaskan ilmunya sebagaimana
perkataan Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu: “Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam telah meninggalkan kita dan tidaklah burung mengepakkan
kedua sayapnya di langit kecuali telah beliau jelaskan ilmunya kepada kami
tentangnya.” (Riwayat Ahmad no. 20853, dinukil dari Kitabul Adab, Fuad bin
Abdul Aziz Asy-Syulhub, hal. 174)
Allahu Akbar, betapa sempurnanya agama-Mu ini, ya
Allah.
Saudaraku, sadarlah, bahwasannya Allah Ta’ala telah
menyempurnakan untuk kita agama-Nya dan telah meridhai agama ini. Allah Ta’ala
berfirman:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kalian agama kalian, telah Kucukupkan untuk kalian nikmat-Ku, dan Aku Ridha
Islam sebagai agama kalian.”
Ibnu Katsir Ad-Dimasqi rahimahullah
mengomentari ayat yang mulia ini: “Ini adalah nikmat Allah ‘Azza wa Jalla yang
paling besar atas umat ini, yang mana Allah Ta’ala telah menyempurnakan untuk
mereka agama mereka, maka mereka tidak butuh kepada agama selain-Nya, dan tidak
juga butuh kepada Nabi selain Nabi mereka shalawatullahi wasalamuhu ‘alaihi.
Dan karena inilah, Allah menjadikannya sebagai penutup para Nabi dan
mengutusnya kepada manusia dan jin. Tidaklah ada kehalalan kecuali apa yang
telah beliau halalkan, tidak ada keharaman kecuali apa yang telah beliau
haramkan, dan tidak ada agama kecuali apa yang telah beliau syariatkan. Setiap
yang beliau kabarkan adalah benar dan jujur, tidak ada kedustaan dan khulfu………”
(Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, volume 3, hlm. 26)
Luar biasa, bukan? Bahkan,
saking sempurnanya agama ini, sampai-sampai membuat orang-orang Yahudi iri
kepada kita. Buktinya adalah atsar Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu
yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwasannya datang seseorang dari bangsa Yahudi
kepada Umar seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ada suatu ayat
di kitab kalian yang mana sekiranya ayat tersebut turun kepada kami bangsa
Yahudi, maka kami benar-benar menjadikan hari turunnya sebagai ied (hari raya)
kami.” Maka Umar berkata, “Ayat apakah itu?” orang Yahudi tersebut membaca
firman Allah Ta’ala “Alyauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum
ni’matiy….” Lantas Umar berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar
mengetahui hari dimana ayat tersebut turun kepada Rasulullah dan waktu turunnya
kepada Rasulullah. Ayat tersebut turun di waktu ‘Arafah hari Jum’at.”
Maka dari itulah, wahai
saudaraku, sudah sepatutnya bagi kita untuk bangga terhadap kesempurnaan agama
kita. Bagaimana tidak? Sedangkan orang-orang kafir aja iri kepada kita. Luar
biasa, bukan?
Terus, apa kewajiban
kita sekarang?
Tugas kita adalah
menjaga kemurniaan agama ini dari hal-hal yang dapat menodainya seperti syirik
dan bid’ah. kedua penyakit ini memang merupakan kotoran yang menodai kesucian
agama ini. Syirik menodai pondasi umat ini, yaitu tauhid sehingga kalau
kesyirikan sudah merebak di kalangan kaum Muslimin, maka rusaklah pondasi
mereka. Sedangkan bid’ah menodai kesempurnaan agama ini karena pada hakikatnya
agama ini telah sempurna, maka tidak perlu ada tambahan-tambahan lagi. Apa yang
telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan, maka kita harus melaksanakannya, apa
yang telah Allah dan Rasul-Nya larang, maka kita harus meninggalkannya. Banyak
dalil yang menyatakan keharaman kedua penyakit ini yang mana tidak dapat dicantumkan
pada tulisan ini karena keterbatasan space.
Lantas, bagaimana caranya
supaya kita dapat menjaga kesucian agama ini?
Yaitu dengan
mempelajari agama ini dengan penuh semangat, baik itu dengan mendatangi
majelis-majelis ilmu, atau mendengarkan kajian para ustadz, atau banyak membaca
buku-buku agama. Dengan demikian, dapat menambah ilmu kita dan membendung kita
dari fitnah yang dapat merusak kemurniaan agama ini.
Demikian tulisan
singkat ini, semoga tulisan ini sebagai tasyji’ (motivasi) kita agar kita
semakin bangga terhadap agama ini. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Muhdarul Islami Zarnuji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar