Minggu, 31 Desember 2017

Adab Membaca Kitab (Episode 3)




v Mencatat Faedah-faedah Yang Didapat Sehabis Mengkaji Kitab

Dianjurkan bagi penuntut ilmu sehabis mengkaji kitab baik mengkaji bersama guru maupun mempelajari sendiri supaya mencatat poin-poin penting, fawaid (faedah dan manfaat) dari ayat, hadits, dan perkataan para sahabat dan ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang disampaikan dalam kitab yang dikaji. Tujuannya agar ilmu yang didapat sehabis kajian kitab tidak hilang dan terus tertancap di dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Karena daya tangkap dan kemampuan menghafal dan memahami pelajaran berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Selain itu, dengan mencatat pelajaran, ia dapat memahami dan menghafalkannya.

Adanya catatan atau alat tulis serta buku tulis merupakan bekal seorang penuntut ilmu untuk memperoleh ilmu sebagaimana hal itu telah diisyaratkan oleh Imam Syafii rahimahullah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قيدوا العلم بالكتاب

“Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (HR. Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, 1/306)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, ikatlah ilmu dengan tulisan.” (Riwayat Ibnu Abdil Barr, 1/316)

Khalid bin Khidasy Al-Baghdadi berkata, “Aku hendak berpisah dengan Malik bin Anas rahimahullah, lalu kukatakan, “Wahai Abu Abdillah, berikanlah wasiat kepadaku,” beliau menjawab, “Hendaknya engkau bertaqwa kepada Allah dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, menasehati setiap muslim, dan mencatat ilmu dari ahlinya.” (Ibid, 1/244/255)

(Dinukil dari buku Adab & Akhlak Penuntut Ilmu, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 40-41 dengan perubahan seperlunya)

Imam Sya’bi rahimahullah berkata, “Apabila engkau mendengar suatu faedah, maka tulislah sekalipun di tembok.” (Riwayat Ibnu Abi Khutsaimah dalam Kitabul ‘Ilmi hal. 58, dinukil dari buku Mendulang Faedah Dari Lautan Ilmu, Abu Ubaidah As-Sidawi, hal. 11)

Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah, “Janganlah meremehkan faedah yang dilihat atau didengar di semua cabang ilmu bahkan segera mengalihkan ke tulisan kemudian ulangi dengan penuh muthala’ah (perhatian) apa yang telah ditulis.” (Al-Majmu’, 1/70)

Imam Syafi’I rahimahullah bertutur:

Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja

v  Mengamalkan Ilmu Yang Telah Dikaji di Kitab

Hal ini sangat penting, why? Karena ilmu yang kita kaji di kitab bukan sekedar teori, melainkan untuk diamalkan. Apalagi di kitab tersebut disampaikan di dalam ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kewajiban kita sebagai penuntut ilmu adalah mengamalkannya. Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, “Mengamalkan ilmu maksudnya adalah mengamalkan apa yang meliputi pengetahuan dari keimanan kepada Allah, melaksanakan ketaatan kepadaNya, melaksanakan perintahNya, menjauhi laranganNya dari ibadah-ibadah yang khusus maupun ibadah muta’addiah. Maka ibadah khusus seperti shalat, puasa, haji, sedangkan ibadah muta’addiah seperti amar ma’ruf nahi munkar, berjihad di jalan Allah, dan yang semisal dengan itu.”

Kemudian syaikh melanjutkan, “Dan mengamalkan ilmu hakikatnya merupakan buah dari ilmu. Barangsiapa beramal tanpa ilmu maka dia menyerupai orang nashrani, dan barangsiapa yang berilmu dan tidak mengamalkannya, maka dia termasuk orang Yahudi.” (Syarh Tsalatsatil Ushul, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 6)

v  TRADISI MEMBELI KITAB
Sudah lumrah di kalangan santri untuk memiliki kitab sebagai pendamping hidupnya dalam menempuh jalan thalabul ‘ilmi, baik itu berupa kitab muqarrar (kurikulum) pesantren atau kitab-kitab maraji’ (referensi/bacaan). Karena itulah, untuk mendapatkan kitab, tentu kita harus merogoh gocek dalam bukan demi dapat warisan ulama kita?

Memang tradisi membeli kitab sudah lumrah di kalangan penuntut ilmu, bahkan ulama sekalipun masih membutuhkan kitab-kitab sebagai maraji’ mereka. Oleh karena itu, dalam rangka membantu anda dalam syiro’ul kutub (membeli kitab), saya akan menyajikan kepada anda panduan membeli kitab dalam rangka supaya anda dapat membeli kitab dengan cara yang baik dan benar-benar puas dengan kitab yang anda nikmati.

1.    Panduan Pertama: Konsultasikan Kepada Ustadz/Kiai Tentang Kitab Yang Akan Dibeli
Jadi, sebelum anda membeli kitab, anda terlebih dahulu berkonsultasi dengan ustadz mengenai kitab yang anda beli, Why? Karena bisa jadi kitab yang anda beli belum tentu sesuai dengan marhalah (level) anda saat ini, sementara tidak semua jenis kitab bisa kita miliki tergantung marhalah kita. Perlu diketahui, bahwa dalam menuntut ilmu agama, ada marhalah-marhalah yang harus kita lewati, yaitu dua marhalah dasar dan dua marhalah lanjutan. Kitab-kitab pada masing-masing marhalah juga berbeda-beda loe. Jadi hal itu harus kita perhatikan agar kita mudah dalam memahami kitab yang kita baca sesuai dengan level kita.

2.    Panduan Kedua: Beli Kitab Yang telah Di-tahqiq (Diteliti) dan Di-takhrij (Diteliti Hadits-Hadits)

Dianjurkan bahkan ditekankan bagi anda yang membeli kitab, setelah bertanya kepada ustadz, agar membeli kitab yang telah ditahqiq dan ditakhrij, terutama kitab yang dibeli adalah kitab salaf/turats, maka sangat ditekankan untuk membeli kitab yang telah melewati tahap tahqiq & takhrij, why? Karena barangkali di kitab turats, ditemukan pembahasan di suatu bab kemudian diulang di pembahasan lain. Maka inikan bertele-tele (wajarlah namanya kitab-kitab tidak ada sempurna kecuali Al-Qur’an Al-Karim), atau ternyata dicantumkan di dalamnya hadits dhaif (lemah) atau maudhu’ (palsu). Maka dari itulah anda harus membeli kitab turats muhaqqaq (ditahqiq).

Alhamdulillah, telah banyak kitab-kitab turats yang telah ditahqiq oleh para ulama ternama dan para penuntut ilmu. maka tidak ada salahnya, bahkan, ditekankan bagi kita untuk membeli kitab yang telah ditahqiq/diteliti.

3.    Panduan Ketiga: Dianjurkan bagi Penuntut Ilmu Pemula Untuk Memiliki Kitab-kitab yang di-tahdzib/talkhis (diringkas)

Alhamdulillah, telah banyak kitab-kitab besar bahkan berjilid-jilid yang diringkas oleh para ulama sehingga sangat pas bagi anda yang masih pemula barangkali dalam menuntut ilmu agama dan manfaat dari membaca kitab yang ditalkhis adalah anda dapat memahami faedah-faedah yang disampaikan oleh penulis dengan mudah dan cepat. Mau anda memilikinya?

4.    Panduan Keempat: Cek Isi Kitab Yang Mau Dibeli Sebelum Membeli
Bisa jadi ada halaman yang kosong, atau yang kelompat atau hilang dan lain-lain. Jangan sampai nyampai di rumah, terus anda buka kitab baru anda terus ternyata anda dapati kecacatan di dalamnya. Astaghfirullah!!! Langsung anda kaget, tapi nasi sudah jadi bubur. Naudzubillahi min dzalik.

POTRET ULAMA DALAM MEMBACA DAN MENULIS KITAB

Imam Al-Muzani rahimahullah membaca kitab Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi’I rahimahullah sebanyak 50 kali. (Lihat Muqaddimah Ar-Risalah, hal. 4)

Abdullah bin Muhammad membaca kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah rahimahullah sebanyak 23 kali. (Dzail Thabaqat Al-Hanabilah, 2/411)

Ibnul Jahm apabila ia mengantuk pada selain waktu tidur, maka ia mengusir ngantuknya dengan membaca kitab-kitab hikmah hingga kantuknya hilang. (Al-Hayawan, 1/53, Al-Jahizh)

Ibnu Tabban membaca kitab sepanjang malam. Hingga ibunya pernah melarang dan menyuruhnya tidur, maka ia menyembunyikan sebuah lampu, apabila ibunya tidur, ia menyalakan lampu dan meneruskan untuk membaca. (Tartibul Madarik, Al-Qadhi ‘Iyadh, 1/78)

Muhammad bin Ahmad bin Qudamah rahimahullah menulis dengan tangannya beberapa kitab yang banyak sekali. Di antaranya tafsir Al-Baghawi, Al-Mughni, Hilyah Abu Nu’aim, Al-Ibanah Ibnu Baththah, dan Al-Khiraqi, serta mushaf dengan jumlah yang banyak. (Dzail Thabaqat Al-Hanabilah, 2/53)

Imam Ismail Al-Jurjani rahimahullah menulis setiap malam 90 lembar kertas dengan tulisan yang bagus dan hati-hati. (Siyar A’lam An-Nubala’, 13/54)

(Dinukil dari buku Mendulang Faedah Dari Lautan Ilmu, hal. 175)

Wallahu a’lam bis-shawab.



Ditulis oleh Al-Faqir Ila Rabbihil A'laa

Abu Ubaydillah Muhdarul Islamy bin Syamsi Az-Zarnuji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar