Dalam ilmu fiqih, pilihan jual beli
dinamakan dengan khiyar. Kalau kita mengkaji ilmu fiqih muqaran (perbandingan
madzhab), maka kita mendapat bahwasannya dalam madzhab Hanafiyyah, khiyar
berjumlah 17 khiyar, dalam madzhab Malikiyyah, khiyar berjumlah dua khiyar,
dalam madzhab Syafi'iyyah, khiyar juga berjumlah dua khiyar, dalam madzhab
Hanabilah, khiyar berjumlah 8 khiyar. Itulah hasil kajian pakar fiqih dan ushul
fiqih berkebangsaan Suriah dan Guru Besar Fakultas Syariah Universitas Damaskus
Suriah, Syaikh Prof. Dr. Wahbah Mushthafa az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul
Islami wa Adillatuhu.
Okelah, kalau begitu anda nggak
perlu pusing-pusing. Kita kaji saja tiga khiyar yang masyhur, yaitu:
1) Khiyar Majelis
Yaitu antara penjual dan pembeli yang melaksanakan akad langsung di tempat mereka transaksi. Walaupun akadnya tidak dilangsungkan dengan cara duduk, akan tetapi dengan berdiri, atau sambil berjalan atau lainnya, maka masing-masing dari penjual dan pembeli memiliki hak untuk meneruskan penjualan atau membatalkannya, selama kedua-duanya masih bersama-sama di tempat tersebut dan belum berpisah. Dari Ibnu 'Umar ra, bahwasannya Rasulullah saw bersabda:
إذا تبايع
الرجلان فكل واحد منهما بالخيار ما لم يتفرقا وكانا جميعا أو يخير أحدهما الآخر،
فتبايعا على ذلك فقد وجب البيع، وإن تفرقا بعد أن تبايعا ولم يترك واحد منهما
البيع فقد وجب البيع.
"Bila dua orang saling berjual
beli, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak pilih selama keduanya belum
berpisah dan masih bersama-sama, atau salah satu dari keduanya menawarkan
pilihan kepada kawannya. Dan bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan,
kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan tersebut, maka
selesailah akad jual beli tersebut. Dan bila mereka telah berpisah setelah
mereka menjalankan akad jual beli, dan tidak ada seorangpun dari keduanya yang
membatalkan akad jual beli, dan tidak ada seorangpun dari keduanya yang
membatalkan akad penjualan, maka selesailah akad penjualan tersebut." (HR.
Muttafaqun 'alaihi)
Kapan batas berlakunya khiyar
majelis?
Jawaban: Jika masing-masing dari
penjual dan pembeli memiliki hak pilih antara membatalkan dan meneruskan
penjualan ini, selama mereka masih-masih bersama-sama dan belum berpisah.
Umpamanya ada dua orang yang mengadakan akad jual beli sambil berjalan di
jalan, maka mereka senantiasa bersamaan hingga perjalanan sejauh satu
kilometer, kemudian mereka berpisah jalan, maka hak pilih ini tetap berlaku
semenjak akad terjadi hingga mereka berpisah jalan tersebut, walaupun
perjalanan keduanya itu memakan waktu setengah jam.
Atau bila penjual dan pembeli
mengadakan akad jual beli di satu ruangan, misalnya toko milik penjual, maka
hak untuk membatalkan ini ada pada mereka selama masih bersama-sama berada
dalam toko tersebut hingga ada salah satu dari keduanya yang keluar dari
ruangan atau toko tersebut.
2) Khiyar Syarat
Yaitu hak yang ada karena disyaratkan oleh orang yang melangsungkan akad jual beli, baik ia adalah penjual atau pembeli atau kedua-duanya. Contohnya saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah
saw:
فإن خير أحدهما
الآخر فتبايعا على ذلك فقد وجب البيع
"Dan apabila salah satu dari
keduanya menawarkan pilihan, kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan
yang ditawarkan tersebut, maka telah selesailah akad jual beli tersebut."
Berapa lama batas maksimal khiyar
persyaratan?
Para ulama berselisih pendapat
tentang lama waktu yang diperbolehkan untuk dipersyaratkan dalam akad jual
beli:
👉 Ulama
madzhab Hanabilah berpendapat bahwa masing-masing dari penjual dan pembeli
berhak untuk menetapkan persyaratan waktu yang mereka suka, berapapun lamanya.
👉 Sedangkan
Ulama dari madzhab Hanafiyyah dan madzhab Syafi'iyyah berpendapat bahwa lama
hak yang dipersyaratkan tidak boleh melebihi tiga hari. Mereka berdalil dengan
perkataan Umar bin Al-Khaththab ra:
ما أجد لكم أوسع
مما جعل رسول الله صلى الله عليه وسلم لحبان بن منقذ جعل له عهدة ثلاثة أيام فإن
رضي أخذ وإن سخط ترك
"Aku tidak mendapatkan dalil
yang menetapkan ada persyaratan dalam jual beli yang lebih lama dibanding
persyaratan yang ditetapkan oleh Rasulullah saw untuk Habban bin Munqidz.
Beliau menetapkan untuknya hak pilih selama tiga hari, bila ia suka, ia
meneruskan pembeliannya, dan bila ia tidak suka, maka ia berhak
membatalkannya." (Atsar ini diriwayatkan Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani.
Atsar tersebut dilemahkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)
👉 Adapun
ulama madzhab Malikiyyah dan pendapat ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berpendapat bahwa lama hak pilih yang dipersyaratkan boleh lebih dari
tiga hari sesuai dengan kebutuhan dan barang yang diperjual belikan. Mereka
berargumentasi bahwa adanya hak semacam ini demi tercapainya kemashlahatan
masing-masing dari penjual dan pembeli, yaitu kemashlahatan yang berkaitan
dengan barang yang mereka perjual belikan, sehingga harus disesuaikan dengan keadaan
barang tersebut.
3) Khiyar Aib/Cacat
Adalah suatu hal yang lazim, bila seseorang membeli barang, ia akan memilih barang yang utuh dan tidak ada cacatnya. Sehingga bila seseorang membeli suatu barang dan penjual diam tidak menyebutkan bahwa barang yang ia jual ada cacatnya, maka diamnya penjual bagaikan pengakuan bahwa barang tersebut utuh dan tidak ada cacatnya dan ketika suatu saat nanti terbukti bahwa barang yang ia jual ada cacatnya dan ia tidak memberitahukannya kepada pembeli, Syariat Islam telah memberikan hak kepada pembeli untuk membatalkan pembelian dan menarik kembali uang pembayaran, walaupun pembeli telah menggunakan barang tersebut. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah ra berikut ini:
أن رجلا اشترى
عبدا فاستغله ثم وجد به عيبا فرده فقال: يا رسول الله، إنه قد اشتغل غلامي؟ فقال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: الخراج بالضمان
"Bahwa ada seorang lelaki yang
membeli seorang budak, kemudian ia mempekerjakannya, lalu mendapatkan pada
budak tersebut suatu cacat, sehingga ia mengembalikannya kepada penjual. Maka
penjual mengadu kepada Rasulullah saw, sesungguhnya ia telah mempekerjakan
budakku? Maka Rasulullah bersabda: "Keuntungan itu adalah imbalan atas
tanggung jawab/jaminan." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim,
dan Al-Baihaqi)
Demikianlah kajian kita pada status
kali ini. Semoga mencerahkan.
Referensi
1) Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Prof. Dr. Wahbah Mushthafa az-Zuhaili.
2) Sifat Perniagaan Nabi, Panduan Praktis Fiqih Perniagaan Islam, Dr. Muhammad Arifin bin Badri, MA.
2) Sifat Perniagaan Nabi, Panduan Praktis Fiqih Perniagaan Islam, Dr. Muhammad Arifin bin Badri, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar