Jangan Remehkan Para Santri!



Apa yang anda bayangkan tentang santri? Biasanya, sebagian masyarakat, mungkin juga terjadi pada para anak remaja merasa gengsi atau risih mendengar kata ‘santri’. Mereka berpikir bahwa santri itu adalah orang yang belajar agama melalui kitab kuning dan identik dengan pola hidup yang menurut mereka tidak layak, tidak level, bahkan mungkin ditanggapi dengan tidak baik seperti santri itu anak korengan, skobidu (scabies) dan kotor karena factor hidup berkumpul bersama teman-teman seperjuangan (meskipun banyak juga santri-santri yang hidup bersih dan perlente, bahkan keluar dari pondok bak artis yang siap direbut oleh para akhwat cantik dan shalehah).

Meskipun memang sebagian santri di negeri yang kita cintai ini identik dengan hal yang di atas, bukan berarti membuat citra mereka menjadi semakin memburuk, bahkan pada hakekatnya, mereka jauh lebih berharga dan mulia daripada anak-anak jaman now. Why? Karena di saat para remaja abad ini terlarut dalam kehidupan hedonisme yang luar biasa fitnahnya dan jauh dari agama mereka, para santri justru berjuang mempelajari agama ini dengan sungguh-sungguh demi kemuliaan di dunia dan akhirat.

Ada lagi hal yang harus diperhatikan oleh pembaca sekalian, bahwasannya para santri memiliki fakta sejarah yang luar biasa yang ditulis dengan tinta emas di literature-literatur sejarah kemerdekaan bangsa ini yaitu bahwasannya para santri pada zaman penjajahan berjuang dalam berjihad melawan penjajahan dan mereka ikut berpartisipasi mengisi perjuangan kemerdekaan bangsa kita tercinta ini. Mau tahu lanjutannya bagaimana?

Yuk, kita baca deretan fakta perjuangan para santri dan para ulama di medan pertempuran melawan para penjajah:

Fakta Pertama: Perjuangan KH. Zaenal Musthafa dan para santrinya di Tasikmalaya, Jawa Barat.

foto KH. Zaenal Musthafa

KH. Zaenal Musthafa adalah ulama yang bermukim di Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau adalah wakil syuraih Nahdlatul Ulama cabang Tasikmalaya. Kiai yang lahir di kampong Bageur, Singaparna, Tasikmalaya, tahun 1889 ini memiliki prinsip yang sangat kuat demi tegaknya syariat Islam. Misalnya dia menolak perintah dari penjajah Jepang tatkala mereka menyuruhnya untuk melakukan seikerei yaitu penghormatan kepada dewa matahari dengan cara membungkukkan badan mengarah kepada matahari terbit. Jelas-jelas ini adalah perbuatan syirik yang membuat murka kiai. Akibat tindakan sang kiai, jepang menjebloskannya ke penjara.

Singkat cerita, KH. Zaenal tidak bisa tinggal diam melihat tindakan kurang ajar yang menodai akidah umat Islam. Beliau menyusun rencara pemberontakan kepada Jepang pada tanggal 27 Juli 1944. Para santri membuat bamboo runcing serta golok kiai Zaenal juga kiai mengajari para santri beladiri dan tarekat.

Namun rupanya, rencana beliau tercium oleh Jepang. Awal Jepang mengirim pejabat kecamatan untuk melobi namun tak berhasil. Pada tanggal 27 itulah datang tiga truk jepang ke pesantren beliau yaitu pesantren Sukamanah. Yang membuat kiai Zaenal miris adalah bahwasannya para prajurit Jepang tersebut adalah orang-orang negeri sendiri (Indonesia).

Namun begitu, pertempuran tak seimbang tidak terelakan. Hingga berakhir sore hari, sebanyak 68 santri gugur sebagai syuhada di medan jihad melawan Jepang. Puluhan lainnya dibawa oleh Jepang dan tak tentu rimbanya. Termasuk KH. Zaenal Musthafa.

Belakangan ada kabar bahwa KH. Zaenul telah dieksekusi Jepang dan dimakamkan di daerah Ancol, Jakarta Utara. Pada tahun 90-an, jenazah dipindahkan ke Tasikmalaya dan dimakamkan kembali di TMP Tasikmalaya.

Fakta Kedua: Fatwa Resolusi Jihad dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari.

Fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan oleh PBNU menjadi titik tolak perjuangan para kiai dan para santri. Pada tanggal 21-22 Oktober 1945, NU mengumpulkan seluruh kiai dan konsul NU se-Jawa-Madura untuk memusyawarahkan terkait sikap yang akan diambil terkait masuk belanda yang diboncengi oleh pihak sekutu ke Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, KH. Hasyim Asy-‘ari selaku pendiri NU mengeluarkan fatwa yaitu hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh kaum Muslimin untuk memerangi orang kafir yang melintangi Negara Indonesia yang tercinta ini.

Sontak saja, fatwa resolusi jihad sang kiai disambut begitu semangat oleh umat Islam, khususnya para kiai dan para santri, mereka siap mengangkat senjata demi membumihanguskan para penjajah kuffar di tanah air. Akhirnya para ulama dan para santri segera menggepur para penjajah, khususnya di tanggal 10 November, bung Tomo berpidato dengan penuh lantangnya memotivasi rakyat bahwa kemenangan akan Allah turunkan atas bangsa ini plus bertakbir demi tegaknya kalimat Allah di bumi pertiwi ini dan para mujahidin dari kalangan ulama, santri dan anggota lascar hizbullah bertempur habis-habisan melawan sekutu hingga mencapai titik darah penghabisan. Para ulama berbondong-bondong berdatangan ke Rembang, Magelang, Kedu, Mojokerto, dan Surabaya untuk memenuhi panggilan jihad.

Puncaknya, pada tanggal 10 November, pertempuran tidak dapat terelakkan. Pasukan sekutu dengan segala kekuatan militernya berusaha menggepur Surabaya habis-habisan. Sementara pasukan mujahidin dari GPII, Hizbullah, Sabilillah, Barisan Pemberontak, Tentara Keamanan Rakyat terus membalas serangan sekutu. Takbir Allahu Akbar terus menggema di bumi Surabaya dan darah-darah mengucur deras. Allahu Akbar!!!

Lihat pula:

Bagaimana Kita Membaca Sejarah Sahabat Rasulullah
Apakah Hadits Qudsi adalah Kalamullah
Haruskah Penuntut Ilmu Memiliki Kitab?
Adab Membaca Kitab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar